MENINGKATKAN
KETAHANAN PANGAN NASIONAL DENGAN KONSEP PANGAN FUNGSIONAL
Oleh:
R. Haryo Bimo Setiarto, S.Si, M.Si
Peneliti
Mikrobiologi Pangan Pusat Penelitian Biologi LIPI
Ketahanan
Pangan Nasional
Dalam
Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai
kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap masyarakat yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, terjangkau,
dan berbasis pada keragaman sumber daya lokal. Ketahanan pangan merupakan suatu
sistem yang terdiri dari subsistem ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.
Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi
kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya.
Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan
efisien untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam
jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau.
Sedangkan subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan
secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, kemananan dan
kehalalannya. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI
No. 7 tahun 1996, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi
ketahanan pangan yaitu: 1) Kecukupan ketersediaan pangan; 2) Stabilitas
ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke
tahun; 3) Aksesibilitas dan keterjangkauan terhadap pangan; 4) kualitas keamanan
pangan.
Permasalahan Ketahanan Pangan
Indonesia Saat Ini
Berdasarkan
hasil penelitian tahun 2016 ini dari Organisasi Pangan Dunia (FAO),
diperkirakan sebanyak 19,4 juta penduduk Indonesia masih mengalami kelaparan.
Penyebab utamanya adalah kemiskinan dan kelangkaan bahan makanan pokok. Masih
banyak penduduk Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan mereka,
khususnya di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Papua, NTT dan Maluku.
Jumlah persentase penduduk Indonesia yang kelaparan turun dari 19,7 persen di
tahun 1990-1992, menjadi hanya 7,9 persen di tahun 2014-2016. Pertumbuhan
ekonomi yang pesat membantu Indonesia menurunkan angka kelaparan. Namun,
meskipun telah berhasil menurunkan angka kelaparan hingga 50 %, Indonesia masih
dinilai lambat dalam mengurangi jumlah penduduk yang kekurangan gizi, khususnya
anak-anak dibawah usia 5 tahun. Dari data terakhir, hampir 37 % balita di
Indonesia menderita stunting atau terhambat pertumbuhannya karena kekurangan
gizi. Saat ini tercatat sebanyak 7,6 juta balita di Indonesia menderita
stunting atau terhambat pertumbuhannya, akibat kekurangan gizi kronis
berdasarkan data dari Millenium Challenge Account Indonesia. Kondisi ini
dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Faktor ekonomi dan pendidikan menjadi penyebab tingginya angka balita stunting
di Indonesia, khususnya di wilayah bagian timur Indonesia. Melihat kondisi ini semua
pihak baik pemerintah, swasta maupun masyarakat dituntut untuk terus berupaya
menghapus kelaparan dan kekurangan gizi dengan melakukan pemberdayaan ekonomi guna
meningkatkan produksi pangan dan memastikan masyarakat memiliki akses untuk
mendapatkan makanan yang bergizi.
Solusi Peningkatan Ketahanan Pangan
dengan Pengembangan Pangan Fungsional
Pangan
fungsional adalah pangan yang dapat menguntungkan salah satu atau lebih dari
target fungsi-fungsi dalam tubuh seperti halnya nutrisi yang dapat memperkuat
mekanisme pertahanan tubuh, dan menurunkan risiko dari suatu penyakit. Di
banyak negara konsep pangan fungsional telah berkembang sangat pesat. Hal
tersebut dilandasi oleh beberapa alasan yaitu: (i) meningkatnya kesadaran akan
pentingnya makanan dalam pencegahan atau penyembuhan penyakit, (ii) tuntutan konsumen
akan adanya makanan yang memiliki sifat lebih, yaitu memiliki kandungan ingridient
fungsional, (iii) pengalaman masyarakat mengenai alternative medicine, (iv) studi epidemiologi mengenai prevalensi
penyakit tertentu yang ternyata dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan bahan yang
dimakan oleh suatu populasi. Produk makanan dan susu bayi dan balita saat ini telah
banyak yang diperkaya dengan prebiotik untuk lebih meningkatkan kualitas
nutrisi dan menjaga kesehatan bayi dan balita.
Pengembangan pangan fungsional di suatu negara
tidak saja menguntungkan bagi konsumen karena manfaat yang dapat diambil,
tetapi juga merupakan peluang bagi industri pangan dan kentungan bagi
pemerintah. Kemampuan untuk memberikan keuntungan bagi konsumen merupakan satu
faktor krusial dalam pengembangan pangan fungsional. Perkembangan dan pemasaran
bahan pangan fungsional sangat menjanjikan. Bagi industri pangan, permintaan
yang tinggi akan bahan pangan fungsional berarti sebuah peluang untuk
meningkatkan keuntungan dengan melakukan inovasi pengembangan produk dan
formulasi makanan sesuai dengan permintaan pasar. Beragamnya masalah kesehatan
yang dihadapi oleh masyarakat juga berarti semakin luas segmen pasar dengan kebutuhan
pangan fungsional tertentu.
Beberapa
hasil penelitian terbaru tentang produk pangan fungsional yang layak
dikembangkan diantaranya susu formula bayi dan balita yang dilengkapi dengan
prebiotik seperti FOS, GOS dan inulin. Di samping itu ada juga produk pangan
fungsional lain seperti yogurt sinbiotik dan tepung umbi-umbian kaya pati
resisten. Bahan pangan fungsional berbasis tepung umbi-umbian kaya pati
resisten dapat diolah menjadi produk olahan berupa kue kering, cake, cookies,
mie, dan roti tawar. Tepung umbi-umbian kaya pati resisten dapat digunakan
sebagai substitusi tepung terigu karena memiliki indeks glikemik yang rendah,
sehingga dapat menurunkan glukosa darah dan aman dikonsumsi oleh penderita
diabetes. Manfaat lain dari tepung umbi-umbian kaya pati resisten adalah
peranannya sebagai sumber prebiotik untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan.
Aneka produk pangan fungsional tersebut dapat digunakan oleh pihak industri
untuk pengembangan pangan fungsional. Pemerintah juga diuntungkan oleh pengembangan
pangan fungsional. Setidaknya ada tiga komponen yang menjadi keuntungan bagi pemerintah
yaitu: (a) kesempatan kerja dengan berkembangnya industri makanan fungsional,
(b) pengurangan biaya pemeliharaan kesehatan masyarakat, dan (c) peningkatan pendapatan
(pajak) dari industri pangan fungsional.
Komentar
Posting Komentar